KPM Dengok
marsono_marsono 02 Februari 2021 22:34:45 WIB
Pembinaan Kader Pembangunan Manusia
Definisi :
Kader Pembangunan Manusia (KPM) adalah warga masyarakat desa yang dipilih melalui musyawarah desa untuk membantu pemerintah desa dalam memfasilitasi masyarakat desa untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan sumber daya manusia di desa. Secara lebih spesifik, KPM memfasilitasi pelaksanaan integrasi pencegahan dan penurunan stunting di tingkat desa. KPM berasal dari masyarakat sendiri seperti kader Posyandu, guru PAUD, dan kader lainnya yang ada di desa.
Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan kepada OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa untuk memberikan pembinaan kepada KPM melalui pemerintah desa.
Tujuan dan Ruang Lingkup :
Tujuan pembinaan KPM adalah untuk memastikan mobilisasi KPM di seluruh desa di kabupaten/kota berjalan dengan baik dan kinerja KPM dapat optimal sesuai dengan tugas dan perannya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten/kota agar pembinaan KPM berjalan baik meliputi:
a. Penentuan tugas KPM dalam pelaksanaan integrasi pencegahan dan penurunan stunting di tingkat desa.
b. Pengidentifikasian ketersediaan sumber daya dan operasional pembiayaan KPM.
c. Pengembangan sistem insentif berbasis peningkatan kinerja KPM.
d. Pensinergian kinerja KPM dengan Dinas Layanan (OPD) terkait upaya pencegahan dan penurunan stunting.
Penanggung Jawab :
Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab mendelegasikan kewenangan kepada OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa untuk merencanakan kegiatan mobilisasi KPM di desa.
Jadwal :
Kegiatan pembinaan KPM idealnya dilakukan pada bulan Mei tahun berjalan setelah kegiatan perencanaan dan penganggaran (Aksi 1 - Analisis Situasi, Aksi 2 - Penyusunan Rencana Kegiatan, dan Aksi 3 - Rembuk Stunting).
Tahapan Pelaksanaan :
Tahapan memobilisasi KPM meliputi hal-hal berikut ini:
Tahap 1: Memahami Tugas KPM
Tahap 2: Mengidentifikasi Ketersediaan Sumber Daya dan Operasional Pembiayaan KPM
Tahap 3: Mengembangkan Dukungan Sistem untuk Mengoptimalkan Kinerja KPM
Tahap 4: Mensinergikan Kinerja KPM dengan Program OPD
Tahap Pertama : Memahami Tugas KPM
1. Pemahaman yang sama tentang tugas KPM
a. Untuk memahami tugas KPM perlu dilakukan sosialisasi tentang peran dan tanggung jawab KPM dalam rangka integrasi pencegahan dan penurunan stunting tingkat desa di internal OPD kabupaten/kota.
b. Hal-hal yang perlu disamakan persepsinya oleh OPD kabupaten/kota terkait KPM, meliputi: • Peran strategis KPM sebagai fasilitator pelaksanaan pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi di desa,
• Bentuk tugas yang dapat dikerjakan oleh KPM,
• Pola pembinaan yang dapat dilakukan oleh setiap OPD kepada KPM,
• Mekanisme distribusi tugas dari OPD Kabupaten kepada KPM, dan
• Pola pelaporan kegiatan KPM.
2. Tugas dari KPM
a. Mensosialisasikan kebijakan integrasi pencegahan dan penurunan stunting kepada masyarakat desa dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap stunting melalui pengukuran tinggi badan bayi dan balita sebagai deteksi dini stunting.
b. Mendata dan mengidentifikasi sasaran rumah tangga 1.000 HPK melalui peta sosial desa dan Pengkajian Kondisi Desa (PKD).
c. Memantau layanan pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi terhadap sasaran rumah tangga 1.000 HPK untuk memastikan setiap sasaran mendapatkan layanan yang berkualitas.
d. Menfasilitasi dan melakukan advokasi peningkatan belanja APBDes utamanya yang bersumber dari Dana Desa untuk digunakan dalam membiayai pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi baik intervensi gizi spesifik dan sensitif.
e. Memfasilitasi suami dan/atau bapak serta keluarga dari anak usia 0-23 bulan untuk mengikuti kegiatan konseling gizi serta kesehatan ibu dan anak,
f. Memfasilitasi masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksaaan, dan pengawasan program/kegiatan pembangunan desa untuk pemenuhan layanan gizi spesifik dan sensitif, dan
g. Melaksanakan koordinasi dan/atau kerja sama dengan para pihak yang berperan serta dalam pelayanan pencegahan dan penurunan stunting seperti bidan desa, petugas puskesmas (tenaga gizi, sanitarian), guru PAUD dan/atau perangkat desa
3. Penetapan KPM dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah tingkat desa
Tahap Kedua : Mengidentifikasi Ketersediaan Sumber Daya dan Operasional Pembiayaan KPM
1. Identifikasi ketersediaan sumber daya
OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa perlu mengidentifikasi ketersediaan sumber daya KPM sesuai kriteria sebagai berikut:
2. Identifikasi ketersediaan pembiayaan operasional KPM
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa mengidentifikasi potensi pembiayaan operasional KPM dalam integrasi intervensi pencegahan dan penurunan stunting di desa (misalnya: APBDes/Dana Desa, Dinas PMD, Dinas Kesehatan, OPD lainnya, dan swasta).
b. Dari potensi pembiayaan tersebut dikaji aspek apa saja yang akan dapat dibiayai (misalnya: insentif, biaya transportasi, dan penyusunan laporan).
3. Identifikasi ketersediaan pembiayaan peningkatan kapasitas
1. Alokasi penanggaran untuk operasional kegiatan kader (contohnya: insentif, transportasi) secara umum sudah tercantum dalam APBDes dan/atau Dana Desa.
2. Kabupaten/Kota bertugas untuk memperkuat peran KPM agar dapat bekerja lebih baik. Oleh karena itu, Kabupaten/Kota perlu mengalokasikan pendanaan untuk membiayai hal-hal sebagai berikut:
• Dana pelatihan pra-tugas sebelum KPM menjalankan tugasnya,
• Dana insentif kinerja sebagai stimulasi agar KPM dapat terus termotivasi melaksanakan tugas dan meningkatkan kinerja, dan
• Dana bimbingan teknis baik untuk pelatihan lanjutan maupun biaya supervisi pemantauan kabupaten/kota ke desa.
Tahap Ketiga : Mengembangkan Dukungan Sistem untuk Mengoptimalkan Kinerja KPM
1. Sistem pembinaan dan peningkatan kapasitas KPM
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa perlu mengembangkan pola dukungan terhadap peningkatan kinerja KPM.
b. Kegiatan pembinaan dan peningkatan kapasitas perlu dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan adanya tim kerja, biaya operasional, dan modul pelatihan.
c. Modul pelatihan KPM mengacu pada Panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
2. Sistem pemberian insentif KPM berbasis kinerja
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa mengembangkan sistem pemberian insentif kepada KPM dengan memperhatikan capaian kinerja.
b. KPM harus mempunyai kontrak tugas yang jelas tentang target pencapaiannya sebagai dasar pemberian insentif.
c. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa menyiapkan instrumen evaluasi KPM berbasis capaian kinerja.
3. Sistem keberlanjutan KPM Mengingat peran strategis KPM di dalam integrasi pencegahan dan penurunan stunting di desa, maka memastikan keberadaan KPM ada di setiap desa sepanjang tahun anggaran merupakan hal yang penting dilaksanakan. Perlu dikembangkan pembagian peran antara desa dengan kabupaten/kota untuk menjamin keberadaan KPM. Desa berperan untuk menyediakan KPM sedangkan kabupaten/ kota berperan untuk memberikan pendampingan.
Berikut ini beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk memastikan keberlanjutan keberadaan KPM:
a. Perlu dipastikan bahwa pengelolaan KPM sudah tercakup dalam Peraturan Bupati/Walikota.
b. Perlu disusun Rencana Kerja kabupaten/kota untuk pembinaan KPM di mana OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa melibatkan seluruh dinas sektor teknis.
c. Mengalokasikan anggaran untuk memberikan insentif kinerja KPM.
4. Pengembangan peran kecamatan dalam pembinaan KPM dan integrasi layanan penurunan stunting desa Pemerintah kabupaten/kota perlu mempertegas peran kecamatan dalam upaya pelaksanaan integrasi pencegahan dan penurunan stunting di tingkat desa. Secara rinci tugas dan peran kecamatan dalam integrasi layanan penurunan stunting meliputi:
a. Melakukan review atas usulan APBDes dengan memastikan bahwa desa telah memasukkan anggaran kegiatan penurunan stunting termasuk pembiayaan operasional untuk KPM.
b. Memberikan advokasi rancangan Peraturan Desa dengan memastikan bahwa draft Peraturan Desa tidak menghambat proses integrasi layanan pencegahan dan penurunan stunting tetapi akan mendukung pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi.
c. Memfasilitasi terjadinya rapat koordinasi sekurang-kurangnya setiap tiga (3) bulan antar unit-unit layanan untuk membahas beberapa hal:
• Konsolidasi data hasil laporan layanan dengan data laporan desa,
• Identifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas pelaku desa khususnya KPM dalam memfasilitasi integrasi layanan penurunan stunting,
• Pembahasan dalam rangka mengefektifkan pola-pola koordinasi dalam mendukung layanan di desa,
• Menyusun rencana kerja bersama untuk bulan berikutnya, dan • Mensinergikan rencana kerja kabupaten dengan rencana kerja desa, terutama pada aspek waktu pelaksanaan.
Tahap Keempat : Mensinergikan Kinerja KPM dengan Program OPD
1. Koordinasi dan Sinergi
Bappeda kabupaten/kota perlu memfasilitasi koordinasi antar OPD untuk merumuskan pola sinergi kerja KPM dengan petugas atau pendamping program dari OPD. Sinergi bisa diawali dengan menggunakan hasil pendataan dan laporan yang dilakukan oleh masing-masing OPD. Hasil dari pelaporan akan menghasilkan data-data sasaran rumah tangga 1.000 HPK dan kasus stunting dari setiap desa lokasi layanan atau lokasi dampingan.
Hasil kerja dari KPM, salah satunya adalah laporan rutin sekurang-kurang setiap tiga 3 (bulan) yang berisikan data sasaran dan data capaian layanan. Data laporan sudah dikonsolidasikan dengan sumber layanan setempat seperti dengan Posyandu, Bidan Desa, Poskesdes, dan PAUD. Laporan KPM akan menjadi bagian dari laporan desa yang akan dikirimkan ke kabupaten/kota khususnya kepada OPD terkait dengan pembangunan dan pemberdayaan desa seperti OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa.
Data dari laporan desa ini menjadi penting untuk dikonsolidasikan dengan data dari setiap OPD. Rapat rutin sekurang-kurang setiap tiga (3) bulan untuk mengkonsolidasikan data antar OPD menjadi penting untuk diagendakan oleh kabupaten/kota dalam rangka memantau kemajuan penurunan stunting.
Perlu adanya kebijakan kabupaten/kota untuk menetapkan tim kerja yang bertugas untuk melakukan konsolidasi data dan menetapkan salah satu OPD sebagai koordinator. Selanjutnya setiap OPD akan menggunakan data yang dikeluarkan oleh tim kerja ini sebagai data rujukan di dalam menyusun perencanaan kegiatan dan pengembangan layanan.
2. Rapat Bulanan KPM dengan OPD Layanan
Di dalam melaksanakan tugasnya, KPM akan lebih banyak melakukan pemantauan kepada seluruh warga desa. Sedangkan petugas layanan seperti bidan desa dan guru PAUD cenderung fokus pada sasaran yang datang ke pusat layanan. Rapat sekurang-kurangnya setiap tiga (3) bulan antara KPM dengan petugas layanan di unit kesehatan, PAUD, dan unit layanan atau program lainnya menjadi penting untuk dilakukan secara rutin. Rapat ini bertujuan untuk saling menginformasikan tentang cakupan pelayanan.
Hasil pembahasan diharapkan akan menghasilkan beberapa kesepakatan seperti:
a. Konsolidasi dan pemutakhiran data sasaran rumah tangga 1.000 HPK dan kasus gizi/stunting,
b. Pembahasan masalah yang muncul,
c. Rencana kerja bersama dan pembagian tugas atau peran, dan
d. Rencana penguatan kapasitas kepada KPM dan desa dalam pelaksanaan kegiatan penurunan stunting.
3. Fasilitasi Penanganan Masalah pada Layanan Pencegahan dan Penurunan Stunting
Dalam pelaksanaan integrasi intervensi pencegahan dan penurunan stunting mungkin saja ditemukan sejumlah permasalahan. Kendala koordinasi, komunikasi, integrasi pelaksanaan layanan, dan keterbatasan dukungan bisa saja terjadi. Penanganan atas masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Prinsip dasarnya adalah semua pihak yang terlibat dalam integrasi penurunan stunting wajib terlibat dalam pembahasan penyelesaian masalah lapangan.
Jika masalah yang muncul adalah pola koordinasi di tingkat kabupaten/kota, maka pemangku kepentingan kabupaten/kota perlu duduk bersama untuk membahas langkah penyelesaiannya. Demikian juga, jika penyebab masalahnya ada di tingkat kecamatan atau desa maka pemangku kepentingan di kecamatan dan desa perlu difasilitasi untuk mendiskusikan langkah penyelesaiannya.
Pada pembahasan penyelesaian masalah, jika disepakati langkah perbaikannya bersifat teknis, maka OPD dan/atau dinas teknis bersangkutan yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika langkah penanganan masalahnya terkait dengan kebijakan maka Bappeda yang bertanggung jawab melakukan perbaikan dan memberikan arahan perbaikan kebijakan yang diperlukan.
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |